AGRICOM, JAKARTA - Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), Didid Noordiatmoko, menjelaskan bahwa proses penyusunan rencana kebijakan ekspor crude palm oil (CPO) melalui bursa berjangka sedang berlangsung dengan mengutamakan prinsip kewaspadaan. Pernyataan ini diberikan dalam konferensi pers yang diadakan oleh Bappebti di Jakarta pada hari sebelumnya, yaitu Kamis (3/8).
Acara tersebut dipandu oleh Sekretaris Bappebti, Olvy Andrianita, sebagai moderator. Hadir dalam acara ini juga Kepala Biro Pengawasan Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK), Sistem Resi Gudang (SRG), dan Pasar Lelang Komoditas (PLK), yaitu Widiastuti, serta Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Perdagangan Berjangka Komoditas (PBK), Tirta Karma Senjaya.
Bappebti mengedepankan kehati-hatian dalam penyiapan bursa berjangka CPO. Kami menjaga agar kebijakan dan ketentuan yang tengah disusun tidak bertabrakan. Terkait dengan itu, pemerintah sudah menyusun tiga rancangan kebijakan dan ketentuan teknis terkait bursa berjangka CPO.
Baca juga : Jadi Faktor Krusial Pertanian, Mentan SYL : Permudah Akses Pupuk Untuk Petani
“Pertama, Rancangan Perubahan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2022. Kedua, Rancangan Peraturan Bappebti tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Perdagangan Pasar Fisik Minyak Sawit Mentah. Ketiga, Rancangan Peraturan Tata Tertib (PTT) Pasar Fisik CPO," ungkap Didid, dikutip id.
Pada kesempatan tersebut, Didid menekankan manfaat kebijakan ekspor CPO melalui bursa berjangka, yaitu pertama, terbentuk harga acuan (price reference) CPO yang transparan, akuntabel, dan real time. Kondisi saat ini perdagangan CPO di Indonesia masih mengacu pada harga referensi dari luar sehingga menjadi tidak transparan, tidak real time, dan sering menimbulkan under pricing.
"Perdagangan CPO di Indonesia saat ini masih mengacu pada harga referensi dari bursa Malaysia dan Rotterdam. Padahal, Indonesia merupakan penghasil dan pengekspor CPO terbesar di dunia dengan volume ekspor CPO mencapai 3,462 juta ton pada 2022. Walaupun nilai ekspor surplus, potensi penerimaan negara belum maksimal untuk masyarakat Indonesia," jelas Didid.
Manfaat kedua, Harga Patokan Ekspor (HPE) dapat ditetapkan dengan jelas dan penerimaan negara dari pajak akan meningkat. Manfaat ketiga, dapat mendorong perbaikan harga Tandan Buah Segar (TBS) oleh Kementerian Pertanian dan menjadikan harga acuan biodiesel oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral lebih akurat.
“Ke depannya diharapkan bursa CPO dapat memfasilitasi perdagangan CPO lokal sehingga transaksi di bursa akan lebih likuid,” tambah Didid. (T4)