AGRICOM, PONTIANAK – Kementerian Pertanian (Kementan) menekankan pentingnya membangun kemitraan yang harmonis, inklusif, dan berkeadilan guna mendukung keberlanjutan sektor kelapa sawit Indonesia. Hal ini disampaikan dalam Borneo Forum ke-8 tahun 2025 yang digelar di Pontianak, Kalimantan Barat, Kamis (21/8), dengan tema “Harmonisasi Kemitraan untuk Mendukung Ketahanan Pangan Nasional dan Tata Kelola Sawit yang Kondusif” .
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyampaikan apresiasi kepada Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), khususnya GAPKI Cabang Kalimantan Barat, sebagai forum penyelenggara. Menurutnya, forum ini sejalan dengan Arahan Presiden Prabowo yang menekankan pentingnya hilirisasi untuk mempercepat peningkatan kesejahteraan petani.
BACA JUGA: Kementan Tanam Padi Gogo Perdana di Landak, Harapan Baru Lumbung Pangan Kalimantan Barat
“Strategi hilirisasi perkebunan mencakup diversifikasi produk, penguatan kemitraan, perluasan akses pasar, diplomasi perdagangan internasional, sertifikasi, serta peningkatan mutu dan keamanan pangan,” ujar Amran.
Plt. Direktur Jenderal nasional Perkebunan, Abdul Roni Angkat, menambahkan bahwa Kalimantan sebagai “jantung perkebunan sawit” menjadi lokasi strategis untuk forum penyelenggaraan ini.
“Sebagai komoditas unggulan subsektor perkebunan, sawit berperan besar menopang devisa negara, menyerap jutaan tenaga kerja, dan menggerakkan perekonomian daerah,” ungkap Roni, dikutip Agricom.id dari laman Ditjenbun.
Namun demikian, lanjutnya, industri sawit masih menghadapi berbagai tantangan, mulai dari tata kelola keberlanjutan, sertifikasi, isu deforestasi, hingga gejolak pasar global.
“Komitmen pemerintah untuk menjadikan sawit sebagai pilar utama perekonomian dan ketahanan pangan nasional tidak pernah surut. Tetapi terobosan komprehensif tetap diperlukan, terutama dalam meningkatkan produktivitas kebun rakyat,” tegasnya.
Saat ini, luas perkebunan sawit nasional mencapai 16,83 juta hektar. Dari total tersebut, 58% atau sekitar 9,89 juta hektar dikelola oleh perusahaan besar swasta maupun negara, sementara 42% atau 6,9 juta hektar dikelola petani rakyat. Rendahnya produktivitas kebun rakyat yang rata-rata hanya 3–4 ton CPO per hektare menjadi salah satu pekerjaan rumah utama.
Menjawab hal itu, Direktur Tanaman Kelapa Sawit dan Aneka Palma, Baginda Siagian, tekanan perlunya memperkuat empat pilar kemitraan sawit, yaitu:
- Kemitraan Usaha – memperkuat skema inti plasma, transfer teknologi, dan peningkatan kesejahteraan petani.
- Kemitraan Lingkungan – menjaga penghentian melalui praktik ramah lingkungan, zero pembakaran , dan keterlacakan rantai pasok.
- Kemitraan Pemasaran – memperluas akses pasar global dengan menampilkan narasi positif sawit Indonesia.
- Kemitraan Riset dan Inovasi – kolaborasi pemerintah, pelaku usaha, dan akademisi untuk pengembangan bibit unggul, produk turunan bernilai tambah, serta efisiensi teknologi.
Selain itu, integrasi sawit dengan sektor peternakan dan pangan, melalui program integrasi sawit-sapi serta tumpang sari tanaman pangan (seperti padi gogo dan jagung), juga dinilai berpotensi besar dalam mendukung ketahanan pangan nasional.
Roni berharap Borneo Forum 2025 dapat menjadi momentum penting memperkuat sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, pelaku industri, dan petani. Sinergi ini diharapkan mampu mendorong program strategis seperti Peremajaan Sawit Rakyat (PSR), peningkatan kualitas SDM, serta pembangunan sarana dan prasarana perkebunan.
“Forum ini adalah ruang dialog yang sangat berharga. Mari jadikan momentum Borneo Forum 2025 sebagai titik pacu untuk memperkuat harmonisasi. Hanya dengan bersinergi, kita bisa mewujudkan ketahanan pangan nasional yang tangguh dan tata kelola sawit yang kondusif,” ungkap Roni.
Sebagai bagian dari forum kegiatan, GAPKI Cabang Kalimantan Barat juga menyerahkan bantuan satu ton benih padi gogo kepada Balai Pelindungan Tanaman Perkebunan (BPTP) Pontianak untuk ditanam di Kabupaten Landak, Kalimantan Barat. (A3)