AGRICOM, KUBU RAYA, KALIMANTAN BARAT – Tantangan stagnasi produktivitas sawit rakyat mendorong Solidaridad Indonesia menghadirkan solusi berbasis sains melalui pendekatan pertanian regeneratif. Dalam ajang Indonesia Palm Oil Smallholders Conference (IPOSC) & Expo 2025 , konferensi terbesar di Kalimantan Barat yang membahas produktivitas dan industri sawit, Solidaridad tampil sebagai organisasi masyarakat sipil (CSO) yang aktif mendorong transformasi praktik berkelanjutan.
Mengusung tema “Sinergitas Pemangku Kepentingan Mengatasi Stagnan Produktivitas Sawit Rakyat” , konferensi ini menjadi ruang bagi Solidaridad untuk menjembatani memperluas pengetahuan dan teknologi yang masih menjadi tantangan bagi petani swadaya.
BACA JUGA:
- Kemenperin Perkuat SDM Industri Sawit untuk Dukung Indonesia Emas 2045
- Disbunnak Aceh Barat Gelar Pelatihan Meningkatkan Kapasitas Petani Karet dan Sawit
Tanah sebagai Ekosistem Hidup
Dalam sesi bertajuk “Inovasi Pupuk Hayati dan Kompos sebagai Pondasi Pertanian Regeneratif untuk Produktivitas Sawit Berkelanjutan” , Solidaridad menekankan pentingnya memandang tanah bukan sekadar media tanam, melainkan ekosistem kehidupan yang menentukan kelangsungan produksi.
“Stagnasi produktivitas tidak bisa diatasi dengan solusi jangka pendek. Ketergantungan pada input kimia, tanpa memperhatikan kesehatan tanah, hanya akan menciptakan masalah baru,” jelas Yeni Fitriyanti, Country Manager Solidaridad Indonesia, dikutip dalam keterangan yang diterima Agricom.id , Jumat, (26/09).
Menurutnya, investasi terbaik bagi petani adalah menjaga kesehatan tanah sebagai modal jangka panjang. Praktik regeneratif bukan hanya meningkatkan produktivitas, namun juga memperkuat ketahanan kebun terhadap perubahan iklim dan hama.
Keterbatasan akses informasi dan teknologi menjadi hambatan utama peningkatan produktivitas petani swadaya. Solidaridad hadir untuk menutup kelingking tersebut dengan membawa pengetahuan praktis yang bisa langsung diterapkan di kebun.
Salah satu solusi yang ditawarkan adalah tumpang sari (tumpangsari), yakni menanam jagung, kacang-kacangan, atau hortikultura di sela-sela sawit muda. Praktik ini tidak hanya memberikan pendapatan tambahan bagi petani, tetapi juga menjadi bagian dari yayasan pertanian regeneratif: memulihkan ekosistem tanah, mengurangi ketergantungan pupuk kimia, sekaligus memperkuat daya tahan kebun terhadap iklim ekstrem.
Edukasi dan Pendampingan Jangka Panjang
Komitmen edukasi Solidaridad juga diwujudkan melalui booth edukatif selama pameran IPOSC 2025 yang diikuti lebih dari 1.000 peserta dari berbagai daerah sentra sawit Kalimantan Barat.
Sejak tahun 2012, Solidaridad telah melatih lebih dari 19.785 petani sawit swadaya di sembilan kabupaten, termasuk Kapuas Hulu, Melawi, Sintang, Sekadau, Sanggau, Landak, Mempawah, Sambas, dan Bengkayang. Tahun 2025, Solidaridad menargetkan pendampingan tambahan bagi sekitar 9.000 petani di 10 kabupaten dan 425 desa.
Melalui Sekolah Lapangan (SL), petani mendapatkan pelatihan dasar terkait praktik pertanian yang baik (GAP) , literasi keuangan, manajemen usaha tani, hingga praktik pembuatan pupuk organik cair (POC) dan kompos.
IPOSC 2025 menampilkan beragam pemangku kepentingan, mulai dari petani sawit, koperasi, perusahaan perkebunan, perwakilan pemerintah pusat dan daerah, lembaga swadaya masyarakat, hingga media. Momentum ini menekankan pentingnya kolaborasi multipihak dalam mengatasi stagnasi produktivitas sawit nasional, sekaligus membuka jalan bagi penerapan regeneratif pertanian yang lebih luas. (A3)