Kinerja Pertanian Nasional Melonjak: PDB Naik 13,8%, Produksi Beras Cetak Rekor Tertinggi


AGRICOM, JAKARTA – Kinerja sektor pertanian nasional dalam satu tahun terakhir mencatat hasil yang menggembirakan. Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, dalam konferensi pers bertajuk Capaian Kinerja Satu Tahun Kementerian Pertanian, mengungkapkan bahwa kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian tumbuh signifikan hingga 13,8%, tertinggi dibanding sektor lainnya. Data tersebut juga dikonfirmasi oleh Kementerian Keuangan dalam rapat kerja bersama DPR RI.

Selain itu, Nilai Tukar Petani (NTP) meningkat menjadi 124,36—angka tertinggi dalam beberapa tahun terakhir. Kenaikan ini dipicu oleh kebijakan penyesuaian Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah dari Rp5.000 menjadi Rp6.500 per kilogram, yang berdampak positif terhadap kesejahteraan petani dan mendorong peningkatan serapan gabah hingga 4,2 juta ton.

“Ini hasil kerja keras yang patut dibanggakan. Petani kini menikmati harga yang lebih baik, sementara serapan hasil panen mencapai rekor tertinggi,” ujar Amran dalam keterangannya, Rabu (22/10/2025).

BACA JUGA: 

- Harga Karet SGX SICOM Naik Tipis ke Rp28.854 per Kg pada Selasa (28/10)

- Lelang Kopi KPBN Raup Transaksi Rp1,34 Miliar, Bukti Gairah Pasar Komoditas Nusantara

Kinerja ekspor produk pertanian juga menunjukkan peningkatan tajam, tumbuh 42,19% dibandingkan tahun 2024. Sementara itu, sektor pertanian terus menyerap tenaga kerja baru, terutama dari kalangan milenial yang semakin tertarik menggeluti pertanian modern berkat dukungan mekanisasi dan alat pertanian canggih.

Pencapaian luar biasa juga terlihat dari peningkatan produksi beras nasional, yang naik dari 30 juta ton pada 2024 menjadi 33,19 juta ton pada 2025. Badan Pusat Statistik (BPS) bahkan memproyeksikan produksi beras hingga akhir tahun bisa menembus 34,33 juta ton, atau naik 4 juta ton—menjadi lonjakan tertinggi dalam sejarah Indonesia.

“Lompatan produksi sebesar ini adalah pencapaian luar biasa dan telah diakui oleh lembaga internasional seperti FAO,” tambah Amran.

Sejalan dengan peningkatan produksi, pemerintah juga mengeluarkan 18 Instruksi Presiden (Inpres) dan Peraturan Presiden (Perpres) yang mendukung revitalisasi irigasi dan penguatan sistem ketahanan pangan. Produksi jagung pun meningkat signifikan dan diproyeksikan akan membawa Indonesia menuju swasembada pangan dalam 1–2 bulan ke depan, dengan estimasi produksi mencapai 34 juta ton.

Untuk menjaga keberlanjutan produksi, Kementan juga melakukan reformasi besar dalam tata kelola pupuk bersubsidi. Amran menegaskan bahwa regulasi kini lebih sederhana, sehingga distribusi pupuk tidak lagi terhambat birokrasi yang panjang. Total volume pupuk yang sudah disalurkan mencapai 9,55 juta ton, sementara temuan pupuk palsu hanya sekitar 2% dari total pasar dan telah ditindaklanjuti oleh aparat hukum.

“Harga pupuk kini turun. Urea dari Rp112.500 menjadi Rp90.000 per sak, dan NPK dari Rp2.500 menjadi Rp1.840 per kilogram. Jika ada distributor atau pengecer yang menaikkan harga di atas standar pemerintah, izinnya akan langsung dicabut,” tegasnya.

Kementan juga membuka kontak aduan langsung bagi petani yang mengalami kendala distribusi pupuk. Hingga kini, sebanyak 3.029 pengecer telah dicabut izinnya karena terbukti melanggar ketentuan harga.

“Ini menyangkut hajat hidup orang banyak. Ketika harga pupuk turun, NTP naik, kesejahteraan petani meningkat, dan otomatis produksi pun bertambah,” tutur Amran.

Sebagai bagian dari transformasi pertanian nasional, Kementan juga terus mendorong hilirisasi produk pertanian, seperti pengolahan kelapa menjadi Virgin Coconut Oil (VCO) dan pengembangan industri hilir kakao. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah produk lokal sekaligus memperkuat daya saing ekspor Indonesia di pasar global. (A3)

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS.


TOP