Mentan Andi Amran Luruskan Data Debat Cawapres: Tidak Akurat dan Menyesatkan Publik

Mentan Andi Amran Luruskan Data Debat Cawapres: Tidak Akurat dan Menyesatkan Publik
Agricom.id

23 January 2024 , 11:42 WIB

Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menyayangkan beberapa data tidak di kroscek secara detil yang kami kawatirkan bisa menyebabkan disinformasi di masyarakat. Foto: Agricom.id

 

AGRICOM, JAKARTA - Debat Keempat Pilpres 2024 telah digelar di Jakarta Convention Center (JCC) pada malam Minggu (21/1/2024). Fokus debat kali ini adalah para kandidat calon wakil presiden (Cawapres), yang membahas tema pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam, lingkungan hidup, energi, pangan, agraria, masyarakat adat, dan desa.

Dalam debat tersebut, terdapat beberapa pernyataan terkait sektor pertanian yang dinilai tidak tepat oleh Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman dan dianggap perlu diluruskan.

“Kami menyayangkan beberapa data tidak di kroscek secara detil yang kami kawatirkan bisa menyebabkan disinformasi di masyarakat,” tegas Mentan Amran pada keterangan pers yang diterima Agricom.id, Senin,22 Januari 2024.

Untuk yang pertama, Mentan Andi Amran menyoal pernyataan Prof. Mahfud MD yang menyatakan bahwa “Petani makin sedikit, lahan pertanian makin sedikit, tapi subsidi pupuk makin besar, pasti ada yang salah”. Mentan menjelaskan, bahwa tema besar pembangunan pertanian Indonesia tahun 2024 adalah transformasi pertanian tradisional menuju pertanian modern, dengan maksud agar seluruh proses aktivitas pertanian menggunakan alat mesin pertanian modern. Contoh penggunaan rice transplanter, combine harvester, Rice Milling Unit (RMU) dan seterusnya.

Baca juga: Minim Substansi Dan Gagal Memotret Masalah Lingkungan Di Debat Keempat Cawapres

Gagasan besarnya bertujuan menekan biaya produksi 50-60%, meningkatkan produktifitas 20-30%, planting index 1-2, peningkatan mutu, mengurangi looses, dan petani mampu bertransformasi ke sektor pertanian lainnya seperti perbibitan, perbengkelan, RMU dan dryer. Pemerintah berharap dengan ini secara otomatis jumlah petani tradisional berkurang, namun kesejahteraan petani meningkat. Ini terbukti dengan tercapainya Nilai Tukar Petani (NTP) 117,76 tertinggi dalam sejarah pertanian Indonesia.

Mentan menjelaskan berbeda dengan klaim Prof. Mahfud tersebut, justru dalam beberapa tahun terakhir nilai dan volume subsidi pupuk menurun, yang diakibatkan penurunan jumlah nilai subsidi dan kenaikan harga bahan baku pupuk.

Data menunjukkan bahwa Sejak 2019, tren alokasi subsidi pupuk Indonesia menurun dari Rp34,1 triliun menjadi Rp31,1 triliun pada 2020, dan terus menurun hingga Rp25,3 triliun pada 2023. Juga dari jumlah volume yang diberikan rata-rata sekitar 9 juta ton hingga hanya mampu 6,1 juta ton pada tahun 2023. Terkini kemampuan subsidi pemerintah hanya 4,7 juta ton (2024). Hal ini akibat bahan baku yang semakin mahal, yakni Harga DAP (Diamonium Fosfat) mengalami kenaikan sebesar 76,95 persen, sedangkan harga pupuk urea naik hingga sebesar 235,85 persen.

Baca juga: Anggota Komisi IV DPR RI Minta Pemerintah Tambah Anggaran Pupuk Subsidi

Kenaikan harga pupuk yang mempengaruhi volume pupuk pupuk subsidi tersbut disebabkan pandemi covid 19 dan terjadinya perang Rusia-Ukraina yang berujung pembatasan Ekspor Bahan Baku yang Dilakukan Rusia, Ukraina dan China. Saat ini ketiga negara tersebut adalah pengekspor dua jenis bahan baku pupuk NPK, yakni Fosfor (P) dan Kalium (K) terbesar. Namun saat ini Presiden Joko Widodo telah menambahkan anggaran subsidi pupuk hingga 14 trilliun karena ekonomi makin pulih dan harga bahan baku pupuk mulai stabil.

Hal lainnya, pernyataan tentang penurunan jumlah petani yang diungkap Prof. Mahfud MD dan Muhaimin Iskandar juga dinilai tidak tepat.

“Data Sensus Pertanian 2023 yang menunjukan bahwa dalam 10 tahun terakhir jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian (RTUP) mampu meningkat 8,74%,” jelasnya.

Meskipun ada kondisi jumlah Usaha Pertanian Perorangan (UTP) menurun sebesar 7,45%, hal itu lebih dikarenakan usaha pertanian makin efisien karena meningkatnya penggunaan alat dan mesin pertanian yang menekan jumlah tenaga kerja. Justru hal ini menunjukkan keberhasilan transformasi pertanian tradisional menjadi pertanian modern. Penggunaan mekanisasi berhasil membuat efisiensi waktu pengolahan lahan hingga 97,4%.

Baca juga: Harga Referensi Biji Kakao Menguat, HPE Naik 7,53 Persen di Periode 1-15 Januari 2024

“Sebagai contoh, dulu bertanam butuh 20 orang untuk 1 hektar, kini cukup satu orang selama 5 jam. Begitu pula panen dengan combine harvester cukup 2 orang per hektar selama 4 jam.  Ini sangat efisien!” Tegas Amran.

Sebagai informasi, level mekanisasi pertanian Indonesia terus naik dimana pada tahun 2015 yang lalu hanya 0,5 Horse Power (HP) per hektar, Tahun 2018, level mekanisasi pertanian Indonesia meningkat menjadi 1,68 HP per hektar dan terus naik tahun 2021 mencapai 2,1 HP dan dipredisksi tahun ini menjadi sekitar 3,5HP/ha. Pemerintah menargetkan level mekanisasi Indonesia mampu setara dengan Jepang, Taiwan dan negara lainnya.

Selain itu Mentan Andi Amran juga menyampaikan data BPS dalam Sensus Pertanian 2023 bahwa Jumlah Perusahaan Pertanian Berbadan Hukum (UPB) meningkat 35,54%. Selain itu jumlah petani milenial yang berumur 19–39 tahun meningkat menjadi 6,183,009 orang atau sekitar 21,93% dari total petani Indonesia.

“Petani milenial saat ini 16,78 juta orang menurut data BPS terkini, dan terus akan bertambah. pemerintah terus mendorong regenerasi petani dan terlihat berbagai program kita memberi dampak positif,” jelasnya.

Baca juga: Sukses Gelar Lelang Teh Perdana, KPBN Perkuat Komitmennya pada Transparansi dan Integritas

Selanjutnya, Mentan Amran juga menyoroti pernyatan Muhaimin Iskandar bahwa impor pertanian yang semakin meningkat dan peran pertanian yang semakin menurun.

Menurut Mentan, masyarakat tidak bisa melihat kondisi perdagangan komoditas pertanian hanya dengan melihat satu komoditas, menurutnya kinerja perdagangan ekspor impor dilihat dari neraca perdagangan antara jumlah total nilai yang diekspor dikurangi dengan jumlah total nilai import.

Data neraca perdagangan komoditas pertanian indonesia selalu menunjukan neraca positif dan menguntungkan. Mentan Amran menjelaskan bahwa selama 5 tahun periode awal jabatannya sebagai Mentan PDB sektor pertanian secara konsisten menunjukkan tren positif. Berdasarkan harga konstan 2010 (BPS), pada 2013, PDB sektor pertanian sebesar Rp847,8 triliun dan terus meningkat masing-masing menjadi Rp880,4 triliun pada 2014, dan Rp 906,8 triliun pada 2015. Pada 2016 dan 2017, PDB sektor pertanian kembali meningkat menjadi Rp936,4 triliun dan Rp969,8 triliun.

Hal yang sama juga terjadi pada 2018, di mana PDB sektor pertanian meningkat menjadi Rp1.005,4 triliun. Bahkan ditengah pandemi covid 19 dan ancaman krisis pangan dunia, kontribusi PDB sektor pertanian sempit terhadap PDB Indonesia tahun 2019 sebesar 9,40%, kemudian menjadi 10,20% tahun 2020 dan pada tahun 2021 menjadi 9,85%.

“besaran PDB pertanian atas dasar harga berlaku adalah Rp 718,4 triliun dari besaran PDB nasional atas dasar harga berlaku pada kuartal III-2023 sebesar Rp 5.296 triliun. Ingat kita baru melewati masa pandemi covid 19 dan ancaman el nino yang kuat. pertanian mampu tumbuh dan berkontribusi baik,” lanjutnya.

Salah satu faktor yang mendongkrak peningkatan PDB pertanian Indonesia adalah meningkatnya ekspor. Pada kurun waktu yang sama, peningkatan ekspor diperkirakan mencapai 9-10 juta ton. Jika pada 2013 ekspor hanya mencapai 33 juta ton, maka pada 2018 ekspor pertanian mencapai 42 juta ton. Dari sisi nilai, ekspor juga meningkat pesat. Nilai ekspor 2018 mencapai Rp499,3 triliun, atau meningkat 29,7% dibandingkan 2015.

"Ada peningkatan nilai ekspor sebesar Rp1.764 triliun pada kurun waktu 2015-2018," terang Mentan Amran.

Berdasarkan catatan BPS, Mentan memaparkan neraca perdagangan hasil pertanian Indonesia pada kurun waktu 2014 – 2013 memiliki neraca positif dengan nilai Rp. 11,681 trilliun.

 

Food Estate dan Swasembada

Tentang Food estate gagal, Mentan Amran menyebutkan hasil dari berbagai proyek yang sedang dikerjakan di beberapa daerah telah berjalan baik dan sesuai target.

“Food estate ini bukan proyek instan, butuh proses. Kenyataannya kita memiliki 10 juta hektar yang sebelumnya tidak dimanfaatkan untuk lahan pertanian. Kami sekarang menggarap itu, butuh proses, butuh teknologi agar menjadi lahan produktif,” jelas Mentan.

Sebagai contoh, saat ini Food estate di Humbang Hasundutan seluas 418,29 hektar. Untuk Food Estate Temanggung dan Wonosobo seluas 907 hektar telah berhasil panen komoditas hortikultura, dan Kalimantan Tengah berhasil melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi lahan hingga mampu panen padi dengan produktifitas 5 ton/ha. Begitu pula di Sumba Tengah NTT dan kabupaten Keerom Papua yang telah mampu panen jagung seluas 500 hektar.

“Food estate tersebut sudah berhasil panen. FE Gunung Mas juga sudah panen jagung seluas 10 hektar dan singkong seluas 3 hektar. Kita pantau terus lahan tersebut,” jelas Mentan.

Mentan Amran mengatakan sektor pertanian akan selalu menjadi bantalan ekonomi nasional dan mampu menekan inflasi. Sektor ini pernah mencatat mampu menurunkan inflasi hingga 1,26% pada tahun 2017, sehingga Badan Pangan Dunia (FAO) memberikan apresiasi, dan bahkan keberhasilan swasembada beras mendapatkan apresiasi yang sangat baik.

Indonesia bahkan sudah menghentikan impor bawang merah sejak 2016, bahkan pada 2017 Indonesia ekspor bawang merah ke enam negara, salah satunya Thailand. Begitu pula swasembada beras telah mampu dicapai pada 2018, 2019, dan 2020. Komoditas jagung, telur dan ayam juga swasembada pada tahun 2018.

“Saya ingin mengingatkan bahwa pertanian itu bukan hanya untuk jadi bahan diskusi, namun pertanian itu harus dikerjakan. Turun ke lapangan, dan itu yang kami lakukan di Kementan,” tutup Mentan. (A3)

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS.


TOP