Produksi Kakao Anjlok, Indonesia Masih Impor 157 Ribu Ton pada 2024


AGRICOM, JAKARTA – Kementerian Koordinator Bidang Pangan (Kemenko Pangan) mengungkapkan bahwa Indonesia masih mengimpor sekitar 157.000 ton biji kakao pada tahun 2024. Kondisi ini menunjukkan masih rendahnya produksi kakao nasional yang belum mampu memenuhi kebutuhan industri pengolahan dalam negeri.

Deputi Bidang Koordinasi Usaha dan Pertanian Kemenko Pangan, Widiastuti , menyebutkan bahwa berdasarkan data International Cocoa Organization (ICCO), produksi kakao Indonesia pada tahun 2025 hanya mencapai 200.000 ton per tahun. Padahal, pada tahun 2005–2006, produksi kakao nasional sempat mencapai sekitar 590.000 ton.

“Penurunan ini mengakibatkan Indonesia harus mengimpor biji kakao untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri grinding di dalam negeri,” ujar Widiastuti dalam acara Peringatan Hari Kakao Indonesia 2025 bertema 'Penguatan Sektor Hulu untuk Memperkokoh Hilirisasi Kakao Indonesia' di Jakarta, Kamis (23/10/2025).

BACA JUGA: 

- Harga Pupuk Subsidi Turun 20 Persen, Mentan Amran: Langkah Bersejarah di Era Presiden Prabowo

- Mentan Amran Ancam Cabut Izin Distributor dan Pengecer Pupuk di Atas HET

Sebagai produsen kakao terbesar ketujuh di dunia, Indonesia masih bergantung pada impor. Data menunjukkan, total produksi biji kakao Indonesia sebesar 180.000 ton, di mana 99,6% berasal dari kebun rakyat, sementara sisanya dari perkebunan negara dan swasta.

Di sisi lain, permintaan dalam negeri terus meningkat. Konsumsi kakao nasional mencapai 70,9 gram per kapita pada tahun 2022, naik 38% dibandingkan tahun 2002. Sementara itu, kapasitas pengolahan industri kakao dalam negeri tercatat mencapai 710.000 ton per tahun—jauh lebih besar dibandingkan pasokan bahan bakunya.

Widiastuti menambahkan, produktivitas rata-rata kakao Indonesia saat ini baru sekitar 230 kilogram per hektare. Namun angka tersebut masih dapat ditingkatkan hingga 500 kilogram per hektar, dengan potensi produksi nasional mencapai 438.000 ton, apabila industri menerapkan Good Agricultural Practices (GAP) secara konsisten.

“Jika GAP diterapkan secara berkelanjutan, produktivitasnya bahkan bisa mencapai 800 kilogram per hektar, sehingga produksi nasional berpotensi menembus 700.000 ton per tahun. Dengan capaian ini, Indonesia bisa kembali menjadi produsen kakao terbesar kedua di dunia,” ujarnya optimis.

Saat ini, luas lahan kakao nasional diperkirakan mencapai 1,4 juta hektar, namun sekitar 290.383 hektar di antaranya merupakan tanaman tidak produktif atau rusak. Untuk melakukan peremajaan lahan tersebut dibutuhkan sekitar 290 juta bibit kakao baru.

“Ke depan, kita harus mampu mengembalikan kejayaan kakao Indonesia dan menghadapi tantangan di sektor ini—mulai dari dampak perubahan iklim, serangan hama dan penyakit, usia tanaman yang sudah tua, hingga keterbatasan bibit unggul,” pungkas Widiastuti. (A3)

Sumber: Bisnis.com

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS.


TOP