Agricom.id, JAKARTA – Badan Pangan Nasional (Bapanas) terus mengimplementasikan kebijakan strategis guna mencapai swasembada pangan pada 2027. Salah satu langkah utama adalah menaikkan harga gabah kering panen (GKP) menjadi Rp6.500/kg dari sebelumnya Rp6.000/kg, sebagaimana tertuang dalam Keputusan Kepala Bapanas No. 2 Tahun 2025 yang direvisi menjadi Perbadan No. 14 Tahun 2025.
Selain itu, Bapanas menugaskan Perusahaan Umum (Perum) Bulog untuk menyerap 3 juta ton setara beras sepanjang tahun 2025. Sekretaris Utama Bapanas, Sarwo Edhy, menyatakan bahwa kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) guna memperkuat ketahanan pangan nasional.
“Kami berharap target ini bisa tercapai dengan baik, sehingga ketahanan pangan semakin kuat,” ujar Sarwo Edhy dalam diskusi pertanian dihadiri Agricom.id, Kamis (7/2/2025) di Jakarta.
Bapanas juga menggalakkan kampanye pengurangan pemborosan pangan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sekitar 31 persen makanan terbuang, terdiri dari 17 persen sampah makanan dan 14 persen food loss. Sarwo menekankan bahwa efisiensi konsumsi pangan dapat mengurangi kebutuhan impor beras secara signifikan.
“Jika kita bisa menghemat 10 persen saja dari total kebutuhan 30,6 juta ton beras per tahun, maka kita dapat mengurangi impor hingga 3 juta ton,” jelasnya.
Wakil Ketua Umum Dewan Pengurus Nasional Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (DPN HKTI), Mulyono Machmur, menyoroti peran penting HKTI dalam memperjuangkan harga pembelian pemerintah (HPP) yang menguntungkan petani. Ia mengungkapkan bahwa HKTI turut mengusulkan kenaikan HPP dari sebelumnya Rp4.200—Rp5.500 per kg menjadi Rp6.500 per kg agar petani memperoleh keuntungan minimal 30 persen.
Selain itu, HKTI juga mengusulkan penyederhanaan distribusi subsidi kepada petani, yang kini telah mendapat dukungan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Mulyono menegaskan bahwa distribusi yang lebih efisien akan memastikan bantuan tepat sasaran dan mudah diakses oleh petani.
Ia juga menyinggung keberhasilan swasembada pangan pada 1984 yang didukung oleh ekosistem “Catur Sarana,” yaitu sinergi antara lembaga permodalan, kios sarana produksi, penyuluh pertanian, serta koperasi unit desa (KUD) sebagai pembeli hasil pertanian. Menurutnya, kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah tetap menjadi kunci keberhasilan swasembada pangan di masa depan.
Di sisi lain, Direktur Irigasi Pertanian, Ditjen Sarana dan Prasarana Pertanian, Kementerian Pertanian (Kementan), Dhani Gartina, menegaskan bahwa pemerintah akan terus mendorong penguatan infrastruktur pertanian, terutama di sektor irigasi dan pompanisasi.
“Kami optimis dengan penguatan irigasi dan pompanisasi serta pemanfaatan teknologi pertanian, swasembada pangan 2027 bisa kita capai,” pungkas Dhani.
Dengan berbagai langkah strategis ini, diharapkan Indonesia tidak hanya mencapai swasembada pangan tetapi juga memperkuat posisinya sebagai lumbung pangan dunia. (A2)