AGRICOM, LOMBOK - Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Hortikultura mengambil langkah cepat dalam merespons lonjakan harga cabai di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Upaya ini dilakukan dengan menjual cabai seharga Rp80.000 per kilogram melalui para Champion cabai.
Langkah ini sejalan dengan arahan Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman yang menekankan pentingnya menjaga ketersediaan dan stabilitas harga bahan pokok agar tetap terjangkau bagi masyarakat.
Salah satu Champion cabai dari Kabupaten Lombok Timur, Haji Subhan, mengungkapkan bahwa kegiatan stabilisasi harga ini mengusung tema “Hadirkan Cabai Harga Petani”, dengan stok awal sebanyak 350 kilogram. Aksi ini dilakukan bersama mitra petani yang tergabung dalam Asosiasi Champion Cabai Indonesia (ACCI).
“Aksi ini akan terus berlangsung hingga menjelang Idul Fitri 1446 Hijriah. Sesuai arahan Menteri Pertanian, kami bergerak cepat untuk menekan harga cabai yang di pasaran sudah mencapai Rp100.000/kg. Alhamdulillah, antusiasme masyarakat sangat tinggi, terutama dari kalangan ibu-ibu. Dalam satu jam, seluruh stok langsung habis terjual,” ujar Haji Subhan, dikutip Agricom.id dari laman resmi Kementan, Selasa (11/3/2025).
Aksi serupa juga dilakukan di Kabupaten Lombok Tengah dan Lombok Barat dengan harga jual yang sama, jauh lebih rendah dibandingkan harga pasaran. Menurut Subhan, langkah ini telah memberikan dampak positif, terbukti dengan turunnya harga cabai rawit merah di Lombok Tengah dari Rp90.000/kg menjadi Rp75.000/kg berdasarkan panel harga terbaru.
Menanggapi hal ini, Plt. Direktur Jenderal Hortikultura Muhammad Taufiq Ratule menyatakan dukungannya terhadap upaya para Champion cabai. Menurutnya, inisiatif ini selaras dengan arahan Presiden Republik Indonesia untuk menstabilkan pasokan dan menekan harga di bawah harga eceran tertinggi (HET).
“Pemerintah tidak tinggal diam, terlebih menghadapi kenaikan harga bahan pokok pada bulan Ramadhan dan menjelang Idul Fitri 1446 H, termasuk cabai. Oleh sebab itu, kami melibatkan para petani Champion Cabai binaan kami untuk membantu meringankan beban masyarakat,” katanya.
BACA JUGA: Asian Agri dan Apical Perkuat Komitmen Sawit Berkelanjutan: Dari Dapur Hingga Avtur
Meski demikian. Taufiq tidak menampik adanya gejolak harga di berbagai daerah disebabkan karena terjadi penurunan produksi akibat cuaca ekstrem yang melanda berbagai sentra cabai.
“Saat malam turun hujan, petani tunda petik. Akibatnya pasokan berkurang. Apalagi saat ini permintaan sedang tinggi-tingginya. Tentu saja, kita tetap mendorong daerah sentra untuk tetap melakukan pertanaman masif di wilayah masing-masing,” katanya.
Lebih lanjut, Taufiq mengungkapkan bahwa dalam menghadapi perubahan iklim seperti beberapa tahun lalu, pemerintah telah mempersiapkan teknologi screen house yang mampu mempercepat produksi tanpa harus bergantung pada cuaca. Selain itu, kerja sama dengan pemerintah setempat juga perlu dilakukan dalam mendukung penyerapan hasil panennya.
“Ke depan, beberapa langkah akan dilakukan untuk mengatasi gejolak tersebut. Di antaranya melakukan kerja sama dengan Pemda atau bisa juga bekerja sama dengan pemerintah pusat melalui program MBG untuk mendukung penyerapannya," jelasnya. (A3)