Sawit Dorong Ekonomi dan Energi, Tapi Tantangan Keberlanjutan Masih Mengintai

Sawit Dorong Ekonomi dan Energi, Tapi Tantangan Keberlanjutan Masih Mengintai
Agricom.id

03 December 2025 , 01:50 WIB

Baginda Siagian, Direktur Tanaman Kelapa Sawit dan Aneka Palma Kementerian Pertanian, menegaskan kontribusi sawit bagi energi nasional harus berstandar ISPO, termasuk perlindungan perempuan dan larangan absolut pekerja anak. Foto: Agricom/Forwatan

 

AGRICOM, JAKARTA – Industri kelapa sawit kembali menegaskan posisinya sebagai sektor strategis nasional. Selain menyumbang sekitar 3,5% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), komoditas ini juga memainkan peran sentral dalam menjaga ketahanan energi Indonesia melalui program mandatori biodiesel B40 dan rencana peningkatan ke B50 pada tahun depan.

Direktur Tanaman Kelapa Sawit dan Aneka Palma Kementerian Pertanian, Baginda Siagian, menyatakan bahwa kekuatan sawit bukan hanya pada kontribusi ekonominya, tetapi juga mendorong dalam mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil.

BACA JUGA: 

- Pelaku Industri Sawit Tepis Isu Pekerja Anak, Perkuat Program Perlindungan Perempuan

- Harga Referensi CPO Turun 3,9 persen, Pemerintah Sesuaikan Bea Keluar dan Pungutan Ekspor Desember 2025

“Sawit menopang ketahanan energi melalui B40 dan rencana B50 tahun ke depan. Jika terjadi gangguan, maka risiko tekanan terhadap ekspor menjadi nyata,” ujarnya dalam Forum Diskusi Wartawan Pertanian (Forwatan) dengan Tema “Industri Sawit Melindungi Perempuan dan Menghapus Pekerja Anak,”  di Jakarta, yang mencakup Agricom.id .

 

Penggerak Ekonomi dan Penopang Kehidupan 50 Juta Jiwa

Ekosistem sawit Indonesia membentang luas dan berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat. Saat ini terdapat 9,6 juta pekerja langsung , ditambah 7–8 juta tenaga kerja tidak langsung . Jika dihitung dengan keluarganya, sedikitnya 50 juta jiwa menggantungkan hidup pada rantai pasok sawit.

Kontribusi perekonomian ini tidak hanya berasal dari ekspor CPO dan turunannya, tetapi juga dari aktivitas industri biodiesel yang terus berkembang. Program pencampuran biodiesel B40—yang menggunakan 40% minyak sawit sebagai campuran solar—telah mengurangi tambah impor bahan bakar minyak sekaligus meningkatkan nilai di dalam negeri.

Rencana kenaikan mandatori ke B50 pada tahun depan diproyeksikan semakin memperkuat posisi Indonesia sebagai produsen biodiesel terbesar dunia.

BACA JUGA:  Harga CPO KPBN Menguat Tipis, Namun Bursa Malaysia Melemah Pada Senin (1/12)

 

Keberlanjutan Jadi Faktor Penentu

Meski positif, Baginda menegaskan bahwa keinginan kini menjadi syarat mutlak agar industri sawit tetap diterima pasar global dan berpartisipasi dalam kebijakan energi nasional. Permentan 33/2025 tentang Sertifikasi Kelapa Sawit Berkelanjutan (ISPO) menjadi regulasi baru yang memperketat memuat 5 kriteria dan 36 indikator ketenagakerjaan .

“Seluruh aktivitas perusahaan kini diukur kontribusinya terhadap 17 SDGs. ISPO wajib memastikan tidak boleh ada pekerja anak, penerapan kesetaraan gender, dan perlindungan tenaga kerja,” jelasnya.

Kementerian PPN/Bappenas juga akan mengadakan penilaian pembangunan nasional dengan tingkat penyediaan standar SDGs, sehingga praktik keberlanjutan perusahaan sawit akan berpengaruh langsung terhadap audit ISPO.

BACA JUGA:  HR dan HPE Biji Kakao Turun pada Desember 2025, Sedangkan Sektor Kayu Alami Kenaikan

 

Tantangan di Lapangan Masih Membayangi

Meskipun perusahaan besar dinilai telah memenuhi standar kemiskinan, masih banyak permasalahan yang terjadi pada perusahaan menengah, kecil, dan perkebunan rakyat. Antara lain: ketimpangan upah, minimalnya alat pelindung diri (APD), fasilitas penitipan anak, serta akses layanan kesehatan.

Baginda juga menyampaikan persepsi publik soal isu pekerja anak. Banyak dokumentasi yang menampilkan anak-anak yang berada di perkebunan sawit, padahal mereka hanya mengikuti orang tuanya sepulang sekolah. Namun demikian, perusahaan tetap dilarang mempekerjakan anak dalam bentuk apa pun.

 

Sawit Tetap Motor Strategis Ekonomi–Energi Indonesia

Dengan kontribusi ekonomi yang signifikan, terciptanya lapangan kerja masif, serta kapasitas besar dalam mendukung transisi energi, sawit masih menjadi sektor kunci yang tidak tergantikan dalam waktu dekat. Berhasilnya penerapan standar ISPO dan memenuhi prinsip keinginan menjadi faktor penentu agar sawit terus diterima pasar global sekaligus memastikan program energi hijau Indonesia berjalan optimal. (A3)

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS.


TOP