Momen Hari Lada Internasional 2025: Kemendag  Dorong Diplomasi Rempah Lewat Komitmen dan Kolaborasi

Momen Hari Lada Internasional 2025: Kemendag  Dorong Diplomasi Rempah Lewat Komitmen dan Kolaborasi
Ilustrasi lada. Foto: Istimewa

05 May 2025 , 15:11 WIB

AGRICOM, JAKARTA – Pada Senin, 28 April 2025, aroma rempah-rempah menggema dari jantung ibu kota. Hotel Pullman, Jakarta, menjadi saksi bagaimana lada—komoditas kecil dengan nilai besar—menyatukan pejabat tinggi, eksportir, dan komunitas internasional dalam peringatan Hari Lada Internasional 2025 yang diinisiasi oleh International Pepper Community (IPC).

Namun lebih dari sekadar seremoni, perhelatan ini menjadi panggung diplomasi rempah Indonesia. Kementerian Perdagangan, melalui Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional, Djatmiko Bris Witjaksono, menegaskan komitmen Indonesia dalam memperkuat industri lada nasional, bukan hanya sebagai penghasil, tapi juga pemain kunci dalam peta perdagangan global.

“Lada bukan sekadar komoditas perdagangan. Ia bagian dari warisan budaya, identitas bangsa, dan simbol peradaban rempah dunia,” ujar Djatmiko dalam pidatonya. Ia menyoroti bahwa penguatan daya saing lada Indonesia sangat penting di tengah tekanan geopolitik, isu keberlanjutan, dan tuntutan pasar global yang semakin kompleks.

BACA JUGA:

- Harga Patokan Ekspor (HPE) Biji Kakao Periode Mei 2025 Naik 0,68 Persen

Harga Referensi CPO Periode Mei 2025 Turun 3,86 persen

Djatmiko menekankan pentingnya sinergi lintas negara dan lembaga. Ia menyerukan kolaborasi erat antara pemerintah, organisasi internasional, dan pelaku bisnis untuk memperkuat kepercayaan pasar dan menjawab dinamika perdagangan global. Dalam konteks itu, IPC dinilai memiliki posisi strategis sebagai fasilitator dialog, pusat informasi, dan penghubung antarnegara produsen lada.

Acara ini juga menjadi ajang transisi penting di tubuh IPC. Indonesia secara resmi menjadi tuan rumah bagi Direktur Eksekutif IPC periode 2025–2028, Marina Novira Anggraini, menggantikan Firna Azura Ekaputri Haji Marzuki dari Malaysia. Harapan besar disematkan pada Marina untuk membawa semangat baru, inovasi, dan perluasan pasar lada ke panggung global.

Di tengah tantangan, Indonesia memilih langkah maju: memperkuat peran diplomatik melalui rempah, dan membangun ketahanan industri yang berpijak pada kolaborasi. Sebab bagi Indonesia, lada bukan hanya soal rasa—tapi juga harga diri bangsa.

Pada 2024, Indonesia tercatat sebagai negara produsen lada ketiga terbesar di dunia dengan luas lahan mencapai 163 ribu hektare. Nilai ekspor lada Indonesia pada 2024 mencapai lebih dari USD 311 juta dengan volume ekspor yang naik 105,80 persen dibanding 2023.

Meski mencatatkan kinerja positif, industri lada nasional menghadapi sejumlah tantangan seperti penurunan produktivitas akibat pohon tua, serangan penyakit tanaman, dan terbatasnya fasilitas pengolahan.

 

Diskusi Lada

Dalam sesi diskusi, Direktur Perundingan Antar Kawasan dan Organisasi Internasional Kemendag Natan Kambuno mengungkapkan, Pemerintah Indonesia mendorong beberapa strategi pengembangan lada. Tujuannya, untuk memastikan komoditas lada tetap bersaing di pasar global.

“Pemerintah Indonesia mendorong beberapa strategi pengembangan, antara lain, intensifikasi tanaman, pemanfaatan perjanjian perdagangan bebas, peningkatan produk bernilai tambah, hingga penguatan promosi internasional,” kata Natan.

Sedangkan, Direktur Eksekutif IPC 2021—2025 Firna menyoroti kekhawatiran pelaku industri dan petani lada global atas rencana penerapan tarif impor baru oleh Amerika Serikat (AS). IPC melalui jaringan afiliasi perdagangannya tengah menyampaikan catatan resmi kepada Pemerintah AS agar mempertimbangkan penghapusan lada dari daftar produk yang dikenakan tarif resiprokal.

AS mengimpor rata-rata sekitar 100 kilo ton metrik lada hitam per tahun, setara dengan 25 persen dari perdagangan lada hitam global. “Tingginya impor lada hitam bukan disebabkan alih produksi, melainkan karena tanaman ini tidak dapat tumbuh di wilayah AS. Lada tidak mengambil lapangan kerja petani AS,” jelas Firna.

Sementara itu, Direktur Eksekutif IPC 2025—2028 Marina mengajak seluruh pemangku kepentingan lada dari unsur pemerintah, asosiasi, dan petani untuk duduk bersama dan berdiskusi membahas segala permasalahan yang dihadapi saat ini. Sehingga, dapat menemukan jalan keluar bersama demi kepentingan lada.

Marina menambahkan, Indonesia sebagai Tuan Rumah Sekretariat IPC berkomitmen untuk terus mendukung kerja sama multilateral dalam memperkuat industri lada. “Upaya ini dijalankan untuk sekaligus   mendorong perdagangan lada yang berkelanjutan, inovatif, dan inklusif,” kata Marina.

IPC merupakan organisasi antarpemerintah pada sektor lada. IPC didirikan pada 1972 dengan tujuan mempromosikan, mengoordinasikan, dan menyelaraskan seluruh kegiatan yang terkait dengan aspek ekonomi lada. Kegiatan IPC berhubungan dengan pengembangan lebih lanjut industri dan perdagangan lada di negara- negara anggotanya. IPC memiliki lima anggota permanen, yaitu India, Indonesia, Malaysia, Sri Lanka, dan Vietnam. Terdapat dua anggota asosiasi, yaitu Papua Nugini dan Filipina. Ketujuh anggota IPC secara total menghasilkan 70 persen produksi lada dunia. (A3)

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS.


TOP