AGRICOM, JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berkomitmen mempercepat dekarbonisasi sektor industri untuk mendukung target Net Zero Emission pada 2050. Hal ini menjadi penting mengingat sektor industri berkontribusi besar terhadap emisi, yang terus meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menekankan bahwa dekarbonisasi juga membuka peluang besar bagi industri, seperti akses ke pasar yang peduli terhadap produk ramah lingkungan serta kesempatan investasi berkelanjutan.
"Dekarbonisasi memberikan peluang bagi industri, dengan membuka akses ke konsumen yang peduli lingkungan dan pasar baru yang muncul akibat kebijakan pemerintah yang ketat terhadap emisi," ungkap Menperin Agus Gumiwang dalam acara Mata Lokal Festival 2025 di Jakarta, Kamis (8/5).
Sebagai bagian dari strategi dekarbonisasi, Kemenperin telah menyusun langkah-langkah untuk mendukung transisi industri menuju ekonomi hijau, termasuk Peta Jalan Dekarbonisasi, Mekanisme Perdagangan Karbon, dan Kebijakan Pengurangan Emisi. Fokus juga diberikan pada penerapan Ekonomi Sirkular, Carbon Capture and Utilization (CCU), serta pengembangan Standar Industri Hijau untuk mendorong efisiensi dan keberlanjutan dalam proses produksi.
BACA JUGA:
- Kemendag Siap Bahas Usulan Pembatasan Impor Singkong dan Tapioka dalam Rapat Koordinasi Ekonomi
- Mandailing Natal Tingkatkan Ketahanan Pangan Lewat Kolaborasi Infrastruktur Lahan Rawa
“Terdapat 9 sektor industri yang menjadi prioritas pengurangan emisi, yakni industri semen, ammonia, logam, pulp dan kertas, tekstil, kimia, keramik dan kaca, makanan dan minuman, serta transportasi” ungkap Menperin, dikutip Agricom.id dari laman Kemenperin.
Upaya nyata yang telah dilakukan Kemenperin adalah dengan menerbitkan 149 Sertifikasi Standar Industri Hijau hingga Desember 2024, dengan 62 Standar Industri Hijau dan 46 Regulasi Standar Industri Hijau. Yang meliputi pengelolaan bahan baku, efisiensi energi, pengelolaan air, serta pengurangan limbah. Langkah ini bertujuan untuk mendorong perusahaan-perusahaan di Indonesia bertransformasi menjadi lebih ramah lingkungan dan efisien dalam penggunaan sumber daya. Penerapan standar ini telah membantu mengurangi dampak lingkungan dari aktivitas industri, yang juga berkontribusi terhadap pencapaian target pengurangan emisi yang ditetapkan.
Selanjutnya, Kemenperin juga menyelenggarakan Penghargaan Industri Hijau sebagai bentuk apresiasi kepada pihak-pihak yang berperan aktif dalam mendukung penerapan prinsip industri hijau di Indonesia. Sejak 2010 hingga 2024, Kemenperin telah memberikan apresiasi tersebut kepada 1.165 perusahaan yang mampu menunjukkan kinerja terbaik dalam penerapan industri hijau dan transformasi menuju industri hijau. Penghargaan ini terdiri dari lima kategori kelompok utama, yaitu: Kinerja Terbaik Penerapan Industri Hijau, Transformasi Menuju Industri Hijau, Lembaga Sertifikasi Industri Hijau (LSIH), Auditor Industri Hijau, dan Pemerintah Daerah yang berkontribusi aktif dalam mendorong dan mendampingi industri di wilayahnya.
Di samping itu, Kemenperin juga tengah memperkuat ekosistem industri hijau yang sudah ada, guna mendukung efisiensi sumber daya dan memastikan prinsip berkelanjutan melalui pengembangan GISCO (Green Industry Service Company). GISCO ditargetkan menjadi jembatan antara industri dan penyedia pendanaan hijau (green financing provider) dengan proses agregasi pendanaan sesuai kebutuhan industri, agar perusahaan tidak terbebani biaya yang tinggi.
“GISCO nanti akan kami fasilitasi, di dalam GISCO nantinya akan bergabung para investor, termasuk yang berasal dari financial institution, yang akan mendanai program-program transformasi industri di Indonesia menuju industri yang lebih berkelanjutan. Kita menyadari bahwa percepatan transformasi ini sangat penting, namun biayanya tidak kecil. Transformasi seperti ini memang mahal, dan sebagian besar pelaku usaha masih menganggapnya sebagai beban biaya (cost), bukan sebagai investasi. Ini merupakan tantangan klasik. Karena itu, pemerintah harus hadir dan mengambil peran untuk membantu menyiapkan skema pendanaan yang dapat digunakan oleh pelaku industri dalam menjalankan proses transformasi." papar Menperin.
Kemenperin juga turut mendorong pengembangan kawasan industri hijau menuju Smart-Eco Industrial Park, yang merupakan kawasan industri generasi keempat. Ini meliputi kawasan berbasis teknologi tinggi, padat karya, maupun hemat air. Penerapan Resource Efficiency and Cleaner Production (RECP) juga menjadi elemen penting dalam pengembangan Eco Industrial Park. Hingga April 2025, telah terdapat enam kawasan industri yang menjadi pilot project Kawasan Industri Berwawasan Lingkungan, yaitu: Kawasan Industri Medan, Batamindo Industrial Park, Kawasan Industri Krakatau, MM2100 Industrial Town Bekasi, Karawang International Industrial City, dan Greenland International Industrial Center.
Menperin berharap kolaborasi antara pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat dapat mempercepat tercapainya Net Zero Emission pada 2050, sekaligus memperkuat ekonomi berkelanjutan yang mendukung kelestarian bumi. “Kami berharap, upaya ini akan membuahkan kolaborasi yang lebih kuat antara para pelaku industri, pemerintah, dan media massa untuk bersama-sama mewujudkan kontribusi positif terhadap pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan menjaga kelestarian bumi kita,” imbuhnya. (A3)