AGRICOM, JAKARTA – Direktur Utama PTPN IV PalmCo, Jatmiko Santosa, menegaskan bahwa peremajaan sawit rakyat (PSR) merupakan langkah strategis untuk menjaga ketahanan pangan dan energi nasional. Hal ini ia sampaikan saat menjadi pembicara dalam The 2nd International Conference on Agriculture, Food and Environmental Science (ICAFES) 2025 di Universitas Riau, Pekanbaru.
Menurut Jatmiko, kolaborasi menjadi kunci untuk mewujudkan hal tersebut, khususnya dengan mendorong intensifikasi produktivitas kebun sawit rakyat yang masih memiliki ruang besar untuk ditingkatkan. “Ruang terbesar untuk memperkuat ketahanan pangan dan energi pada petani. Jika produktivitas sawit rakyat naik, maka daya saing dan kontribusinya terhadap perekonomian nasional juga akan semakin besar,” ujarnya dalam keterangan di Jakarta.
BACA JUGA: Kementan Sosialisasikan Aturan Baru Benih Kakao, Kopi, dan Kelapa
Saat ini, produktivitas kebun sawit rakyat rata-rata masih berada di kisaran 2–3 ton CPO per hektare per tahun. Angka ini jauh tertinggal dibandingkan perusahaan perkebunan yang mampu mencapai hingga 6 ton. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, PalmCo menjalankan berbagai inisiatif, mulai dari Program BUMN untuk Sawit Rakyat, penyediaan bibit unggul bersertifikat—lebih dari dua juta batang sudah menyerap petani—hingga penerapan skema off taker seluas 10.200 hektar. PalmCo juga memperkuat kelembagaan koperasi sebagai basis utama kemitraan.
Hingga tahun 2024, PalmCo tercatat telah membantu pencairan dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk peremajaan sawit rakyat seluas 15.321 hektare. Hasilnya mulai terlihat. Produktivitas menghasilkan tanaman (TM) plasma kini mencapai rata-rata 12,57 ton per hektar, bahkan ada yang mampu menembus 18,05 ton per hektar—lebih tinggi dari standar nasional 12 ton per hektar.
Jatmiko menegaskan, keberhasilan PSR tidak hanya berdampak pada peningkatan kesejahteraan petani, tetapi juga memperkuat posisi sawit sebagai penopang ketahanan pangan dan energi nasional. Ia juga mengisyaratkan target pemerintah untuk implementasi program B50 pada tahun 2027, yang dinilai akan lebih mudah tercapai jika produktivitas petani terus ditingkatkan melalui kolaborasi.
“Melalui forum ini kami berharap bisa terjalin sinergi antara pemerintah, akademisi, peneliti, dan pelaku usaha agar inisiatif peremajaan sawit rakyat dapat berjalan lebih berkelanjutan,” tambahnya.
Seminar ICAfes 2025 ini sendiri dihadiri ratusan peserta, mulai dari dekan fakultas pertanian seluruh Indonesia, peneliti, hingga mahasiswa. Sejumlah pakar internasional juga turut hadir, di antaranya Johan Kieft (ahli lingkungan dari PBB), Dr. Idesert Jelsma (peneliti Belanda), Prof. Ir. Usman Pato (pakar ketahanan pangan lulusan Gifu University, Jepang), serta akademisi dari Malaysia dan Filipina. (A3)