Petani Kakao Berau: Menjaga Hutan Dengan Mengelola Sumber Daya Berkelanjutan


AGRICOM, JAKARTA – Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, masih memiliki sekitar 75 persen dari total 2,2 juta hektare wilayah daratannya berupa hutan alam. Untuk menekan laju deforestasi, pemerintah daerah bersama masyarakat terus berupaya mengelola hutan secara berkelanjutan melalui program perhutanan sosial. Program ini memungkinkan masyarakat mengelola hutan dengan cara yang ramah lingkungan sekaligus meningkatkan kesejahteraan mereka. 

Bupati Berau, Sri Juniarsih, mengungkapkan bahwa di masa lalu pembangunan lebih berfokus pada alih fungsi hutan alam menjadi lahan ekonomi seperti perkebunan kelapa sawit dan hutan tanaman industri. Namun, kini Berau menjadi percontohan dalam pengelolaan perhutanan sosial di Kalimantan Timur. 

"Kami telah menyusun dokumen Pembangunan Kawasan Terintegrasi (Integrated Area Development/IAD), yang pertama di Kalimantan Timur, untuk mengoptimalkan pemanfaatan 98 ribu hektare perhutanan sosial di Berau," ujar Sri dalam Thought Leaders Forum yang digelar oleh Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) di Jakarta, 12 Maret 2025. 

BACA JUGA: Produksi Meningkat, HPE Biji Kakao Periode Maret 2025 Turun 4,66 Persen

Konsep pembangunan kawasan terintegrasi bertujuan untuk menjaga kekayaan alam di kawasan hutan sekaligus memberikan manfaat berkelanjutan bagi masyarakat setempat. Salah satu bentuk pemanfaatannya adalah pengembangan komoditas kakao di wilayah perkampungan. 

"Dengan pendampingan yang baik, termasuk dari YKAN, kakao dari perkebunan rakyat di Berau kini telah berhasil menembus pasar nasional," tambah Sri, dikutip dari keterangan yang diterima Agricom.id.

Kepala Dinas Perkebunan Kabupaten Berau, Lita Handini menambahkan, beberapa strategi yang dijalankan Pemkab dalam mendorong pengembangan kakao yaitu mulai dari menggandeng multi pihak, pemetaan dan pengembangan kawasan kakao, peningkatan produksi sampai dengan peningkatan kualitas biji kakao. “Kita juga memberikan fasilitas permodalan dan pemasaran melalui sistem kemitraan, hilirisasi produk kakao, promosi dan yang terpenting yaitu memberikan pendampingan yang lebih intensif terhadap petani,” ujar Lita.

Salah satu sentra perkebunan kakao lestari Berau berada di Kampung Merasa. Irmaya Banaweng, salah seorang petani kakao dari Kampung Merasa yang juga hadir dalam diskusi menyebutkan, usaha perkebunan kakao sudah ada sejak tahun 1980an. Namun semakin berkembang saat mendapat pendampingan dari pemerintah dan juga YKAN.

“YKAN membuat kegiatan Pelatihan Internal Controlling System (ICS) Kakao. ICS memberikan banyak informasi kepada warga mengenai jenis dan kualitas kakao di pasar mulai dari yang termurah biji kakao basah, kemudian biji kakao kering asalan, dan yang termahal dan paling banyak dicari yaitu biji kakao fermentasi,” sebut Irmaya.

BACA JUGA: Dongkrak Produksi Kakao Nasional: PTPN Luncurkan Center of Excellence Kakao Indonesia di Banyuwangi

Pelatihan juga berkembang hingga ke pengolahan biji kakao fermentasi menjadi berbagai produk makanan dan minuman yang dikerjakan oleh kelompok perempuan Kampung Merasa. Sementara para petani dibantu menyusun standar budidaya untuk meningkatkan kualitas kakao sehingga bisa menembus pasar premium.

Upaya peningkatan mutu kakao, membuahkan hasil dengan adanya pengakuan publik terhadap kakao Merasa sebagai salah satu dari delapan kakao fermentasi berkarakter unik, otentik, dan spesifik dalam seleksi nasional menuju Cocoa of Excellence di Paris, Perancis, pada tahun 2021.

Dua tahun kemudian diluncurkan Single Origin Cokelat Kampung Merasa 74% bersama Pipiltin Cocoa, artisan cokelat premium di Indonesia.  Selain itu, olahan produk turunan kakao fermentasi buatan petani juga dipasok ke kedai di ibu kota kabupaten dan dipasarkan kepada para tamu yang berwisata ke kampung. “Harga kakao saat sedang mencapai rekor tertinggi. Ini bisa menjadi momentum yang baik untuk terus meningkatkan kualitas kakao di Berau, agar petani juga semakin sejahtera,” ujar Bapak Irvan Helmi Co-Founder Pipiltin Cocoa.

Direktur Eksekutif YKAN, Herlina Hartanto dalam kesempatan yang sama menyebutkan, Kampung Merasa di Kabupaten Berau merupakan contoh konkret bagaimana pelestarian alam bisa sejalan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat. YKAN menurutnya, secara konsisten terus bermitra dengan pemerintah pusat maupun daerah dalam mendukung pembangunan hijau yang menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama pelestarian alam.

“Melalui perhutanan sosial, kami mendampingi desa-desa dalam memetakan potensi yang mereka miliki. Selanjutnya, mereka kami dampingi dalam mengembangkan sumber mata pencaharian yang ramah dengan alam sehingga kesejahteraan terpenuhi dan alam tetap lestari,” kata Herlina.

Direktur Program Teresterial YKAN, Ruslandi menambahkan, dengan adanya program ICS, warga Kampung Merasa bisa mendapat pendampingan dalam menerapkan praktik budi daya yang baik atau Good Agriculture Practice. Dalam hal ini, warga Kampung Merasa bisa berbudidaya kakao secara agroforestri, yaitu menanam kakao yang dikombinasikan tanaman kehutanan.

Upaya ini tidak hanya melindungi alam dari kerusakan, namun juga melindungi produsen dari paparan bahan kimia, dan menghasilkan produk berkualitas bagi produsen. “Pada akhirnya, kami ingin membantu kelompok petani kakao untuk memiliki mata pencaharian berkat pengelolaan hutan secara berkelanjutan, mendukung perempuan untuk mencapai kemandirian dan kewirausahaan berkelanjutan melalui pengelolaan kakao dan produknya. Sekaligus juga memulihkan dan melindungi hutan serta menghindari deforestasi dan mengurangi emisi gas rumah kaca,” sebut Ruslandi. (A3)

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS.


TOP