Gubernur Nusa Tenggara Timur Emanuel Melkiades Laka Lena (tengah) menerima audiensi Direktur Penyaluran Dana Sektor Hulu Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Normansyah Hidayat (kanan) dan Kepala Kanwil DJPb NTT Adi Setiawan (kiri) di Kantor Gubernur NTT, Kamis (9/10/2025). Foto: KBRN RRI
AGRICOM, KUPANG – Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Emanuel Melkiades Laka Lena menerima audiensi dari Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) yang diwakili oleh Direktur Penyaluran Dana Sektor Hulu, Normansyah Hidayat , bersama Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) NTT, Adi Setiawan , di Ruang Kerja Gubernur, Kamis (9/10/2025).
Pertemuan tersebut membahas potensi besar sektor perkebunan, khususnya komoditas kakao , serta rencana pengembangannya melalui program hulu–hilir terpadu di wilayah NTT.
BACA JUGA: Kinerja Kementan Diapresiasi Publik, Tingkat Kepuasan Capai 71,5 Persen
Gubernur Melkiades menegaskan bahwa NTT memiliki sumber daya alam yang besar di sektor perkebunan, terutama kakao dan kelapa , yang berpotensi menjadi penggerak perekonomian daerah.
“Kita mulai dari potensi yang ada.Entah besar atau kecil, yang penting dimulai dulu agar bisa menjadi contoh bagi pengembangan ke depan,” ujar Gubernur Melkiades, dikutip Agricom.id dari KBRN RRI.
Sementara itu, Direktur Penyaluran Dana Sektor Hulu BPDP, Normansyah Hidayat , menyampaikan bahwa inisiatif ini akan menjadi model percontohan nasional untuk pengembangan kakao di daerah lain. Salah satu wilayah yang dipilih sebagai lokasi pilot project adalah Zuzuzea, Nangapenda, Kabupaten Ende , yang dinilai memiliki potensi besar mulai dari pembibitan hingga pengolahan hasil.
“Program ini bersifat paket lengkap —mencakup pembibitan, peremajaan, perawatan, panen, hingga hilirisasi hasil. Kami juga menyiapkan beasiswa untuk pengembangan sumber daya manusia (SDM) di wilayah pengembangan kakao,” jelasnya.
Kepala Dinas Perkebunan Provinsi NTT, Joaz Bily Oemboe Wanda , menambahkan bahwa saat ini NTT memiliki sekitar 60.000 hektare kebun kakao dengan produksi sekitar 20.000 ton per tahun . Namun, sebagian besar tanaman kakao berumur tua dan memerlukan peremajaan agar produktivitas meningkat.
“Program ini akan memberikan bantuan hingga dua hektare per petani. Pemerintah provinsi juga menyiapkan bibit lokal berkualitas agar manfaat ekonomi bisa dirasakan langsung oleh masyarakat,” tuturnya.
Beberapa kabupaten yang menjadi sentra produksi kakao NTT antara lain Sikka, Ende, Flores Timur, Manggarai Timur, dan Sumba Barat . Pemerintah provinsi melalui Dinas Perkebunan telah berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten, khususnya Kabupaten Ende, untuk memfasilitasi pelaksanaan program. Tahap awal saat ini adalah identifikasi Calon Petani dan Calon Lokasi (CPCL) , yang akan menentukan penerima program berdasarkan usulan masyarakat dan pemerintah daerah.
Program pengembangan kakao ini ditargetkan mulai berjalan pada tahun 2026 , setelah regulasi dukungan diterbitkan oleh Kementerian Hukum dan HAM . Implementasinya juga akan disinergikan dengan Anggaran Bantuan Transfer (ABT) untuk menghindari tumpang tindih penerima bantuan.
Inisiatif ini merupakan bagian dari implementasi Dasa Cita pertama kepemimpinan Gubernur Melkiades, yakni membangun rantai pasok efisien dengan teknologi terkini dari tahap produksi hingga hilirisasi di sektor pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kelautan, sekaligus memberikan perlindungan asuransi bagi pelaku sektor tersebut .
Melalui kolaborasi erat antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat , pengembangan perkebunan kakao diharapkan menjadi motor ekonomi baru bagi NTT yang berkelanjutan, bernilai tambah tinggi, dan berdaya saing nasional. (A3)