FGD SAWIT BERKELANJUTAN Vol 14: Ketentuan EUDR Mengkhawatirkan Keberlanjutan Integrasi Industri Kelapa Sawit

FGD SAWIT BERKELANJUTAN Vol 14: Ketentuan EUDR Mengkhawatirkan Keberlanjutan Integrasi Industri Kelapa Sawit
Dok. Agricom.id

08 June 2023 , 15:05 WIB

Agricom.id, JAKARTA - Dikatakan Dewan Redaksi InfoSAWIT, Edi Suhardi, munculnya kebijakan EU Deforestation Regulation (EUDR), memang akan memunculkan kekhawatiran terkait keberlanjutan dalam integrasi industri kelapa sawit, sebab itu dibutuhkan kompromi perdagangan yang adil; hambatan perdagangan dan proteksionisme; dan deprivasi pengentasan kemiskinan.

Diakui atau tidak kata Edi, keberlanjutan minyak sawit telah menjadi keharusan dengan berbagai standar & sistem; definisi dan kriteria keberlanjutan akan terus berkembang. Hanya saja pekebun perlu menentukan posisi dan platform komitmen keberlanjutannya, akankah masih berkutat di proses yang lebih progresif atau tradisional.

“Perlu mengenali keragaman pasar dan standar keberlanjutan multi-tier dan membangun koalisi minyak sawit untuk menolak upaya menciptakan norma keberlanjutan pasar tunggal,” katanya.

Kedepan perlu pula membangun komitmen baru yang berimbang pada keberlanjutan (sustainability), apalagi UE bukan satu-satunya pembawa standar Minyak Kelapa Sawit Berkelanjutan.

“Pasar UE akan tetap menjadi potensi pasar dengan standar yang ketat. Sementara label bebas deforestasi dan keberlanjutan tidak akan mempengaruhi ekspor minyak sawit Indonesia ke UE, pasar terus beradaptasi. Namun, itu hanya akan berpengaruh terhadap petani sawit swadaya,” kata Edi dalam acara FGD SAWIT BERKELANJUTAN VOL 14, bertajuk “Mengintegrasikan Industri Hulu Hingga Hilir Sawit Berkelanjutan”, yang diadakan media InfoSAWIT yang didukung BPDPKS, Rabu (7/6/2023) di Jakarta.

Sementara diungkapkan Rukaiyah Rafiq dari Forum Petani Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Fortasbi), secara umum penerapan praktik sawit berkelanjutan khususnya bagi petani sawit swadaya bukanlah hal yang mustahil. Hanya saja prosesnya hingga saat ini masih dihadapkan kepada beragam kendala. Terbukti sampai saat ini areal kelapa sawit petani sawit swaday masih sangat minim atau masih sektar 2% dari total lahan perkebunan kelapa sawit nasional.

Baca juga : FGD SAWIT BERKELANJUTAN Vol 14: Mengintegrasikan Industri Hulu Hingga Hilir Sawit Berkelanjutan

Kata Rukaiyah Rafiq yang akrab dipanggil Uki, saat ini petani sawit swadaya masih terus berjuang dan terus memperluas areal kebun bersertifikat Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) dan International Sustainability & Carbon Certification (ISCC).

Disaat bersamaan muncul kebijakan baru EUDR yang diyakini akan berdampak langsung pada keberadaan petani sawit swadaya. Mereka akan terlempar jauh dari skema perdagangan EU. Ketergantungan dengan pabrik pengolah, kapasitas pengetahuan, lemahnya dukungan, keberadaan para pedagang perantara, menjadi masalah serius yang dihadapi oleh petani swadaya.

“Kondisi ini berbanding terbalik dengan syarat EUDR yang harus memastikan bahwa produk yang masuk ke Uni Eropa adalah produk yang telah melalui uji kelayakan menggunakan EUDR dimana persyaratan utama adalah Keterlacakan dan legal,” kata Uki dikutip Agricom.id.

Sebab itu tutur Uki, seharusnya UE tidak hanya mempertimbangkan produk kelapa sawit mengandung nol deforestasi dan traceable, tapi juga mengandung sawit yang diproduksi petani swadaya. Setidaknya semua produk minyak sawit yang masuk kepasar Uni Eropa harusnya 25% adalah berasal dari kebun petani.

“Ini adalah solusi untuk memastikan EUDR tidak hanya berperan dalam nol deforestasi tapi juga berperan dalam perbaikan sumber kehidupan petani dan mendorong pelibatan petani dalam inisiative perlindungan dan pemulihan. Jika tidak, maka EUDR hanya akan menjadi kebijakan yang mengabaikan petani dan makin memperparah deforestasi, yang pada akhirnya kita semua akan mengalami kerugian,” tandas Uki. (T4)

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS.


TOP