Bupati Sukiman menyerahkan STDB kepada petani swadaya anggota SPKS, pada acara Sosialisasi dan percepatan sertifikasi ISPO di Provinsi Riau, Kabupaten Rokan Hulu (28/2). Foto: Agricom
AGRICOM, RIAU - Posisi petani sawit dalam kebijakan sertifikasi ISPO sangat penting, karena petani sawit mengelola sekitar 42% dari 16,38 juta lahan perkebunan Kelapa sawit atau sebesar 6,94 Juta ha. Sertifikasi ISPO yang diberlakukan secara mandatori, juga menjadi kewajiban bagi petani kelapa sawit guna melaksanakan prinsip dan kriteria berbasis ISPO.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 38 Tahun 2020, tentang Penyelenggaraan Sistem Sertifikasi Berkelanjutan (ISPO), secara mandatori memberikan kewajiban bagi petani guna menjalankan 5 prinsip, 19 kriteria dan 30 indikator. Sebab itu, kebutuhan akan legalitas berupa Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB) masih menjadi kebutuhan banyak petani Kelapa sawit.
Menurut Bupati Rokan Hulu, Haji Sukiman, sebagai salah satu penghasil minyak sawit nasional, Kabupaten Rokan Hulu mengharapkan perkebunan kelapa sawit dapat diurus dengan baik.
"Supaya petani Kelapa sawit mendapatkan hasil panen yang maksimal, maka praktik budidaya terbaik dan berkelanjutan berbasis sertifikasi ISPO harus dilakukan petani.
"Kami mendukung keberadaan petani Kelapa sawit dengan memberikan STDB bagi petani kelapa sawit agar lebih rajin mengelola kebun sawitnya", kata Bupati Sukiman, dikutip dari rilis yang diterima Agricom.id.
Baca juga: SPKS Dukung Kenaikan Dana PSR Jadi 60 Juta Per Hektar
Menurut Ketua Umum SPKS, Sabarudin, SPKS melihat ISPO itu sangat penting karena akan menjadi pintu masuk dalam perbaikan tata kelola sawit di petani, mulai dari data dan legalitas, kelembagaan, akses pasar petani dan yang tidak kalah penting bagi Indonesia, ISPO akan menjadi salah satu instrumen untuk melakukan promosi sawit berkelanjutan di tingkat Internasional.
Kendala utama yang di hadapi oleh petani sawit saat ini pendanaan untuk petani dalam sertifikasi ISPO, untuk itu SPKS meminta pemerintah pusat mempermudah akses dana ISPO yang di sediakan oleh BPDPKS.
Sabarudin juga berharap bagi pemerintah daerah Provinsi dan Kabupaten bisa memprioritaskan pendaan untuk percepatan sertifikasi ISPO dari dana bagi hasil sawit (DBH), dana ini harusnya bisa di manfaatkan untuk persiapan sertifikasi ISPO seperti pengurusan STDB dan juga pelatihan-pelatihan.
"Akses pendanaan bagi petani kelapa sawit swadaya harus dipermudah, baik pendanaan dari BPDPKS maupun Dana Bagi Hasil Sawit guna melakukan praktik budidaya terbaik dan berkelanjutan", kata Sabarudin menjelaskan pada acara Sosialisasi dan percepatan sertifikasi ISPO di Provinsi Riau, Kabupaten Rokan Hulu (28/2).
Sekretariat ISPO, Herdrajat Natawijaya juga menjelaskan aturan pemerintah yang selaras dengan pembangunan perkebunan kelapa sawit yaitu ekonomi, kesejahteraan dan lingkungan. Sebab itu, pemberdayaan petani kelapa sawit menjadi bagian dari pembangunan berkelanjutan yang dicanangkan dunia, yang sering disebut sebagai Sustainable Development Goals (SDGs).
"Sertifikasi ISPO bagi petani sawit, menjadi bagian dari pembangunan kebun sawit berkelanjutan", kata Herdrajat menjelaskan.
Baca juga: Tumpang Sari di Kebun Sawit Terbukti Dongkrak Pendapatan Petani Sawit
Sementara itu, Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian Kabupaten Rokan Hulu, Nur Ikhlas, mengenai penerapan sertifikasi ISPO yang masih berproses. "Pendampingan kepada kelompok petani Kelapa sawit, masih terus dilakukan bersama pemangku kepentingan lainnya, " jelas Nur Ikhlas.
Sebagai perusahaan perkebunan kelapa sawit, Perusahaan Perkebunan negara Palmco Holding, PTPN IV Regional 3, kepala bidang Sustainability, Jhon Sitanggang, keberadaan sertifikasi ISPO dapat mendorong keberlanjutan menjadi bagian dari pembangunan kebun sawit petani.
"Sertifikasi ISPO wajib dilakukan petani kelapa sawit swadaya supaya sejahtera, praktik budidaya terbaik dan berkelanjutan dapat menjadi kunci keberhasilan pembangunan kebun petani kelapa sawit", kata Jhon menjelaskan.
Pendampingan kelompok tani yang dilakukan Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) menurut anggota SPKS, Novet, sangat dibutuhkan petani Kelapa sawit swadaya.
"Dengan berorganisasi, petani sawit swadaya diharapkan dapat terus meningkatkan kemampuan praktik budidaya terbaik dan berkelanjutan sehingga dapat hidup lebih sejahtera", ujar Novet menjelaskan.
Sebagai informasi, Pemerintah Indonesia sejak tahun 2011 telah menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 11 Tahun 2015 tentang Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (ISPO). Kemudian pada tahun 2020 pemerintah kembali memperkuat kebijakan ini dengan menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia.
Kehadiran Peraturan Presiden ini, menjadi dukungan pemerintah untuk mewujudkan pengelolaan sawit dilaksanakan sesuai prinsip-prinsip sawit berkelanjutan serta komitmen untuk pemberdayaan petani sawit Indonesia. (A3)