Menko Airlangga : Terinspirasi Indonesia, 20 dari 27 Menteri Serukan Penundaan EUDR di Pertemuan AGRIFISH

Menko Airlangga : Terinspirasi Indonesia, 20 dari 27 Menteri Serukan Penundaan EUDR di Pertemuan AGRIFISH
Agricom.id

25 April 2024 , 16:54 WIB

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Foto: Istimewa

 

AGRICOM, JAKARTA - Regulasi yang dirancang oleh Uni Eropa (UE) dengan tujuan untuk menetapkan kewajiban pemeriksaan menyeluruh terhadap sejumlah komoditas perkebunan dan kehutanan, EU Deforestation-Free Regulation (EUDR) dinilai sebagai tantangan yang berpotensi merugikan komoditas perkebunan dan kehutanan di Indonesia, termasuk kelapa sawit, serta mengurangi upaya-upaya dan komitmen Indonesia dalam menangani isu-isu yang berkaitan dengan perubahan iklim dan perlindungan keanekaragaman hayati sesuai dengan kesepakatan, perjanjian, dan konvensi multilateral.

Menyikapi situasi tersebut, Indonesia menjadi salah satu negara yang paling vokal dalam menyuarakan keprihatinan dan ketidaksetujuan terhadap UE terkait tindakan diskriminatif terhadap kelapa sawit melalui EUDR. Selain itu, Indonesia bersama Malaysia dan Uni Eropa telah sepakat untuk membentuk Gugus Tugas Ad Hoc (Ad Hoc Joint Task Force) tentang EUDR untuk mengatasi berbagai masalah terkait implementasi EUDR yang dihadapi Indonesia dan Malaysia. Gugus tugas tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi solusi dan penyelesaian terbaik terkait penerapan EUDR.

"Implementasi EUDR dengan jelas akan merugikan komoditas perkebunan dan kehutanan yang sangat penting bagi kami, seperti kakao, kopi, karet, produk kayu, dan minyak sawit," tegas Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam pertemuan dengan perwakilan Organisasi Masyarakat Sipil dan Organisasi Non-Pemerintah di Brussels, Belgia, pada akhir bulan Mei tahun lalu.

BACA JUGA: Kementan Optimalkan Pompanisasi Untuk Ketahanan Pangan

Selaras dengan penolakan yang dilakukan Indonesia dan Malaysia, sebuah laporan melalui mypalmoilpolicy.com menyebutkan bahwa kelompok bipartisan dari Partai Republik dan Demokrat juga telah menyoroti kebijakan EUDR yang dianggap tidak adil bagi petani yang akan memasuki pasar Eropa. Selain itu, penundaan implementasi atau perubahan regulasi EUDR juga dianggap sebagai salah satu solusi yang dapat dilakukan saat ini.

Selain itu, keberatan terhadap kebijakan EUDR juga didukung oleh pandangan Menteri Pertanian UE. Selain itu, sebanyak 20 dari 27 Menteri juga menyerukan untuk penundaan EUDR dalam Pertemuan Dewan Agriculture Fisheries Council Configuration (AGRIFISH) yang diadakan baru-baru ini.

"Amerika bipartisan menentang EUDR, jadi EUDR yang diinisiasi oleh Indonesia dalam kunjungan bersama antara Menko Perekonomian dan Perdana Menteri Malaysia, terus mendapatkan dukungan dari negara-negara yang berpandangan sama (like-minded countries), beberapa waktu lalu baik Republikan maupun Demokrat juga mempertanyakan EUDR. Jadi like-minded countries terinspirasi oleh apa yang dilakukan Indonesia dan Malaysia," ungkap Menko Airlangga dalam sesi di Kantor Kemenko Perekonomian, Rabu (24/04).

BACA JUGA: Kemendag Dorong Produk Pertanian Indonesia Masuk ke Australia

Selain itu, kebijakan EUDR yang telah mendapat sorotan dari New York Times dan Financial Times juga diperkirakan akan memiliki dampak berupa potensi masalah pada rantai pasokan yang berkelanjutan, harga, dan preferensi konsumen, serta dampak bagi petani dan negara-negara pengekspor. Dengan potensi dampak tersebut, sejumlah produsen pangan dan komoditas berharap akan adanya pendekatan yang lebih terukur.

Selain itu, asosiasi pertanian utama di Uni Eropa, Copa Cogeca, juga telah mengusulkan penundaan implementasi kebijakan EUDR karena dianggap tidak memungkinkan untuk dilaksanakan, mengingat kerangka kerja yang lebih baik tidak dapat disiapkan dalam waktu yang cukup hingga batas waktu implementasi kebijakan EUDR tersebut.

Selain sorotan dan kritik yang disampaikan oleh Amerika Serikat dan Asosiasi Pertanian Eropa terhadap kebijakan EUDR tersebut, kekhawatiran juga diutarakan oleh berbagai negara lain seperti India dan Brasil, serta beberapa negara lainnya yang mengekspresikan kekhawatiran serius mengenai konsekuensi dari implementasi kebijakan EUDR. (A3)

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS.


TOP