AGRICOM, JAKARTA – Indonesia tengah menghadapi tantangan besar dalam sektor perkebunan sawit yang sebagian besar telah memasuki generasi kedua hingga ketiga. Mula Putra, Koordinator Kelembagaan Direktorat Tanaman Sawit dan Aneka Palma di Ditjen Perkebunan, Kementerian Pertanian, mengungkapkan bahwa kondisi perkebunan sawit saat ini diwarnai oleh berbagai permasalahan, termasuk penurunan produktivitas dan serangan penyakit.
“Seiring bertambahnya usia tanaman, lahan dan tanaman sawit mulai terkontaminasi oleh berbagai penyakit seperti Penyakit Akar (Blas Disease), Busuk Pangkal Batang (Bud Rot Syndrome), Ganoderma, serta Fusarium Oxysporum yang menyebabkan garis kuning pada daun,” ungkap Mula Putra. Penyakit-penyakit ini umumnya muncul saat perkebunan memasuki tahap replanting yang biasanya dilakukan setelah 25 tahun.
Tantangan utama yang dihadapi saat ini adalah rendahnya penerapan Good Agricultural Practices (GAP), perkembangan penyakit ganoderma, dan keterbatasan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. "SDM pekebun, baik di tingkat individu maupun kelembagaan, masih terbatas dalam hal kapasitas dan keterampilan," tambahnya di acara Diskusi Keberlanjutan Biodiesel, dengan tema “Mewujudkan Kemitraan Petani Dan Industry Biodiesel Dalam Pengembangan Biodiesel Sawit Untuk Kesejahteraan Petani Sawit“, Kamis (24/10/2024) di Jakarta yang dihadiri Agricom.id.
Selain itu, banyak perkebunan rakyat yang belum memenuhi aspek legalitas seperti kepemilikan sertifikat tanah (SHM), Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB), dan sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Bahkan, sebagian lahan sawit terindikasi berada di kawasan hutan, yang menambah kompleksitas dari segi legalitas dan keberlanjutan usaha perkebunan.
Pengelolaan lahan sawit rakyat juga masih memiliki kendala lain, seperti kurangnya mekanisasi dan rantai pasok hasil panen yang panjang. Hal ini menyebabkan rendahnya rendemen Tandan Buah Segar (TBS), yang berdampak pada penurunan keuntungan bagi petani sawit.
Untuk menghadapi masalah tersebut, pemerintah berencana mendorong pemanfaatan produk samping kelapa sawit serta meningkatkan pengolahan limbah yang belum optimal. Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) menjadi prioritas dalam memperbaiki kebun yang tidak produktif, disertai perbaikan infrastruktur, intensifikasi kebun, dan penyediaan sarana prasarana yang lebih baik.
Pemerintah juga akan meningkatkan kapasitas SDM melalui program beasiswa dan pelatihan bagi para pekebun. Pendataan melalui STDB akan diperkuat guna memperbaiki tata niaga TBS serta meningkatkan pendapatan petani melalui integrasi tanaman sela, peternakan, dan pemanfaatan limbah sawit.
Mula Putra optimis bahwa dengan langkah-langkah ini, produktivitas perkebunan sawit rakyat dapat mencapai 30-40 ton TBS per hektar dengan rendemen 23-25%. Peningkatan ini diharapkan dapat mendukung program biodiesel berbahan baku minyak sawit serta meningkatkan kesejahteraan petani sawit di Indonesia. (A3)