JAKARTA, Agricom.id– Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) menyatakan kekhawatiran terhadap rencana pemerintah menaikkan pungutan ekspor minyak sawit mentah (CPO) menjadi 10% guna mendukung program biodiesel B40 pada awal 2025. Kebijakan ini dinilai dapat menekan harga tandan buah segar (TBS) sawit hingga Rp 500 per kilogram, yang berpotensi merugikan petani sawit.
Ketua Umum SPKS, Sabarudin, menyebutkan bahwa kenaikan pungutan ekspor CPO akan membebani petani sebagai rantai ekonomi terendah. “Setiap beban ekonomi seperti pajak dan pungutan ekspor akan berdampak langsung pada petani. Kami memperkirakan penurunan harga TBS petani kelapa sawit antara Rp 300 hingga Rp 500 per kg akibat kenaikan tarif ini,” ujar Sabarudin dalam pernyataan resminya diterima Agricom.id, pada Selasa (31/12/2024).
Saat ini, dana pungutan ekspor dikelola oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), dengan sekitar 90% digunakan untuk subsidi produksi biodiesel. SPKS mencatat bahwa kebijakan ini hanya menguntungkan perusahaan biodiesel, sementara petani mengalami kerugian akibat harga TBS yang rendah. Penurunan harga TBS juga memengaruhi kemampuan petani untuk membeli pupuk dan merawat kebun, yang pada akhirnya menurunkan produktivitas.
Lebih lanjut, Sabarudin menegaskan bahwa kebijakan ini dapat berdampak jangka panjang, termasuk terbengkalainya kebun petani dan penurunan bahan baku untuk program biodiesel. Hal ini juga mengancam penerapan sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) yang diinisiasi pemerintah.
SPKS merekomendasikan pemerintah untuk mengevaluasi kembali rencana ini dan mengusulkan pendekatan yang lebih adil, termasuk melibatkan TBS petani sebagai bahan baku biodiesel. “Dengan melibatkan petani, subsidi biodiesel bisa lebih hemat tanpa harus menaikkan pungutan ekspor CPO,” tambah Sabarudin.
SPKS juga menyoroti laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Semester I 2024, yang mengungkap kelemahan dalam pengelolaan dana BPDPKS, termasuk 90 temuan permasalahan senilai Rp 14,6 miliar. Laporan ini menunjukkan perlunya transparansi dan reformasi dalam pengelolaan dana BPDPKS.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI, Airlangga Hartarto, menyatakan bahwa peningkatan pungutan ekspor akan menjadi sumber utama pendanaan insentif biodiesel. Kebijakan ini akan berlaku setelah terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) baru. Saat ini, tarif pungutan ekspor CPO diatur dalam PMK Nomor 62 Tahun 2024 dengan tarif 7,5%.
SPKS berharap pemerintah mempertimbangkan ulang kebijakan ini demi kesejahteraan petani sawit dan keberlanjutan industri sawit Indonesia. (A2)